Running Text

ASURANSI GENERALI INDONESIA MEMBERIKAN 2 PERLINDUNGAN SEKALIGUS YAITU PERLINDUNGAN KESEHATAN SEKALIGUS PERLINDUNGAN INVESTASI DARI KRISIS EKONOMI

Senin, 30 Juni 2014

Menyiapkan Dana Pensiun

Haloo Selamat Siang sahabat sahabatku, kali ini saya akan berbagi cerita tentang bagaimana menyiapkan dana pensiun sahabat semua.

Banyak orang yang berpendapat bahwa pensiun hanya perlu dipikir setelah memasuki usia 40-50an atau ketika anak-anak sudah bisa mandiri. Namun tidak sedikit pula yang merasa angan-angan pensiun harus sudah dirasakan saat manusia berusia 50an, dalam arti berhenti bekerja mencari uang dan menikmati hari tua bersama anak dan cucu, dan semua itu tergantung mind set manusianya sendiri.

Tulisan ini hanya berbagi pengamatan dan pikiran pribadi saja mengenai berbagai cara orang menghadapi masa pensiun tergantung dari status sosial ekonomi seseorang. Perkara benar tidaknya saya serahkan pada pembaca.

Anak Adalah Harta
Orang tua yang berekonomi rendah biasanya mengandalkan anak sebagai ‘investasi masa pensiun’. "banyak anak banyak rezeki" kalimat itu sering kita dengar dari orang orang dulu. Salah satu teman saya orang Fiji pernah cerita bahwa orang tuanya waktu masih muda kerja keras agar anak-anaknya bisa kuliah dan memiliki masa depan lebih baik dari mereka. Setelah anak-anaknya sudah bekerja semua dan tinggal di luar negeri, orang tua langsung berhenti bekerja pada usia 50an dan gantian anak-anaknya yang saling bahu-membahu patungan bayar biaya hidup orang tua mereka.

Cerita serupa juga terjadi pada teman asal India yang kuliah ke Sydney dengan meminjam uang pamannya. Setelah kuliah selesai dan visa Permanent Residency sudah ditangan, dia banting tulang membangun karir demi melunasi hutang dan menabung agar orang tuanya bisa cepat pensiun.

Saya yakin di Indonesia juga banyak yang mengandalkan anaknya. Dalam norma budaya timur, anak berbakti pada orang tua tidak hanya normal tapi diharapkan. Terlebih mereka yang terjepit secara ekonomi, bila tidak mengandalkan anak dan sanak saudara, siapa lagi?

Perencanaan yang Matang dan Teratur
Di Australia dan negara maju umumnya, pemerintah memiliki aturan yang mewajibkan/memberi isentif bagi penduduknya untuk menyisihkan sebagian penghasilan secara reguler untuk masa tuanya. Dana hanya bisa diakses setelah memasuki usia pensiun kecuali bila sangat mendesak (on compassionate ground) misal, butuh biaya untuk pemakaman.

Di negara berkembang, biasa mereka yang sadar pentingnya menyisihkan sebagian penghasilan untuk masa pensiun tergolong kelas menengah dan berpendidikan. Selain punya uang ekstra, mereka juga aktif belajar seluk beluk keuangan untuk menyiapkan dana pensiun. Masa depan tidak ada yang tahu, namun bolehlah kita menyusun rencana masa pensiun. 

Berikut 2 langkah singkat dalam menyiapkan dana pensiun:
1.Menghitung biaya hidup tahunan
Pertama, miliki gambaran jelas seperti apa gaya hidup yang akan Anda jalanin ketika pensiun. Apakah Anda berencana keliling dunia? Main sama cucu? Atau hidup sederhana berkebun di perkarangan rumah?
Itu semua akan berimbas pada berapa dana yang Anda butuhkan untuk pensiun dengan tenang. Bila Anda menderita penyakit yang membutuhkan medikasi rutin, masukkan juga biaya pengobatan dalam perhitungan biaya hidup untuk pensiun.
Biaya hidup tidak perlu 100% akurat, yang penting cukup informatif untuk memberikan gambaran kasar biaya hidup masa pensiun karena banyak faktor diluar kontrol kita seperti inflasi.
Katakanlah, setelah refleksi gaya hidup masa pensiun, menurut perhitungan Anda biaya tahunan sebesar Rp180.000.000,- (Rp500.000,- perhari X 30 hari X 12 bulan). Anda berencana pensiun pada umur 60 dan merasa dapat hidup panjang hingga 80 tahun jadi dana yang Anda butuhkan untuk pensiun adalah Rp3.600.000.000,- (20 x Rp180.000.000,-).

2.Action Plan memperoleh Dana Pensiun
Banyak cara menuju Roma, demikian juga ada berbagai cara mengumpulkan dana untuk pensiun. Semakin muda memulai semakin besar/cepat target dana terpenuhi. Bagi yang konservatif, uang ekstra disisihkan 100% ke tabungan khusus pensiun yang tidak akan disentuh kecuali dalam keadaan sangat terpaksa.
Bagi yang lebih canggih, uang ekstra dialihkan ke berbagai jenis kendaraan investasi tergantung risk profile masing-masing. Misal 20% disimpan di rekening berbunga tinggi, 60% untuk beli emas/properti, 20% untuk beli saham/reksadana/asuransi (unitlink).

Contoh diatas hanya ilustrasi bukan untuk ditiru mentah-mentah. Dalam realitas, komposisi port0folio kembali pada jumlah uang yang sanggup disisihkan, tinggi rendahnya risk profile individu masing-masing dan kinerja kendaraan investasi yang ada. Kuncinya: konsisten menyisihkan penghasilan + bijak mengenal kendaraan investasi untuk dana pensiun.

Arus Kas + Aset
Mereka yang menggunakan cara ketiga ini biasa berpenghasilan tinggi, nyali tinggi, ulet dan bersedia menanggung resiko yang lebih tinggi. Mirip dengan cara kedua hanya saja aset yang mereka akusisi bernilai lebih besar dan mereka lebih aktif melibatkan diri.
Misalnya, alih-alih uang ekstra yang disisihkan dimasukan ke dalam deposito, saham, dana reksa, emas dan aset lainnya yang biasa diakusisi dalam jumlah kecil dan teratur seperti yang dilakukan cara kedua, mereka menggunakannya untuk modal usaha.

Salah satu kolega saya suami istri bekerja sebagai karyawan swasta, ketika masih kuliah mereka pernah bekerja sebagai pelayan restoran. Selagi bekerja mereka rutin menyisihkan uang untuk modal usaha meskipun pada saat itu belum tahu mau usaha apa.
Suatu hari kenalan mereka berniat menjual usaha restoran karena alasan ingin pensiun. Singkat cerita dengan uang tabungan + pinjaman ortu + pengalaman bekerja di restoran, suaminya berhenti kerja dan terjun menjalani restoran sementara si istri tetap bekerja, jaga-jaga seandainya usaha restorannya macet mereka masih bisa makan.
Usaha restoran tersebut cukup sukses dan dijalani selama berpuluh-puluh tahun sebelum akhirnya dijual, arus kas yang masuk mereka gunakan untuk melunasi KPR + membeli beberapa unit properti sebagai investasi hari tua + warisan untuk anak-anak.
Tidak semua orang sanggup atau tertarik menjalankan/membeli bisnis sebagai aset.
Mereka yang berpenghasilan tinggi seperti dokter, pengacara atau teman saya, senior akuntan tempat saya kerja juga memiliki beberapa properti sebagai investasi. Dia mengaku karakternya tidak cocok untuk bisnis, dengan statusnya yang single dan sudah berusia 40-50an, dia lebih suka kendaraan investasi yang lebih stabil.
Sekali lagi, cerita diatas bukan untuk ditiru mentah-mentah, saya hanya menjabarkan apa yang saya amati.

Terlepas cara mana yang digunakan ada 1 hal lagi yang maha penting untuk dilakukan: JAGALAH KESEHATAN ANDA. Sebesar apapun dana pensiun menjadi tidak berarti bila pada masa tua hidup sakit-sakitan karena kebiasaan merokok, minum-minum dan memperlakukan tubuh hanya sebagai pintu kesenangan duniawi semasa muda.
Ingat, bila Anda jatuh sakit masa depan keluarga Anda juga terkena imbasnya. Setidaknya ada 2 keluarga yang saya tahu pribadi terkuras tabungannya karena biaya berobat. Jangankan dana pensiun, untuk makan sehari-hari saja pusing. Bahkan hubungan antar keluarga menjadi tidak harmonis.

Menjaga kesehatan bukan hanya masuk akal secara finansial tapi juga dari sudut pandang kualitas hidup. Ketika memasuki masa pensiun kita semua tentu ingin menikmati hidup yang berkualitas, tidak sekedar berumur panjang dan menjadi berkat bagi orang-orang sekitar.
Bekerja keras keraslah ketika masih muda namun ingat kesehatan juga harus dijaga, jangan sampai uang yang sudah dikumpulkan habis untuk berobat di masa pensiun.

Penulis : Hendra Makgawinata
www.kompasiana.com/HendraMakgawinata

Tidak ada komentar :

Posting Komentar